Pemanasan Gobal atau Global warming menjadi isu hangat akhir-akhir ini. Banyak pemerhati lingkungan berseru akan hal ini namun sedikit sekali kata-kata yang mereka serukan dilakukan oleh masyarakat. Mengapa hal ini terjadi? Jawabannya adalah masyarkat belum sadar betul akan dampak pemanasan global sehingga mereka tidak melakukan sesuatu yang berarti untuk menjaga lingkungan.
Sebenarnya dampak dari pemanasan global ini sudah mulai dapat dirasakan. Contohnya saja, pada beberapa tahun belakangan ini kita merasa bahwa cahaya matahari semakin panas dan menyengat. Bahkan dikota-kota yang dulu dianggap sangat dingin. Misalnya Lembang Bandung. Dulu, Lembang sangatlah dingin Namun Semarang pad asaat malam hari pun Lembang terasa biasa saja.
Hal ini disebabkan oleh lapisan atmosfir yang bocor. Lapisan atmosfir berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya. Dengan adanya lapisan ini radiasi matahari dapat ditahan sehingga sinar matahari tidak berbahaya bagi bumi. Namun ketika lapisan ini bocor, maka sinar matahari langsung menyinari bumi tanpa ada penahannya sehingga suhu bumi terasa lebih panas. Bumi memang butuh suhu hangat karen kehangatan tersebut sangat berguna bagi manusia, hewan maupun tumbuhan. Namun pada saat Semarang ini, hangat yang dibutuhkan oleh bumi menjadi berlebihan dan dapat membahayakan. Oleh sebab itu hal ini disebut Pemanasan. Tidak sampai disitu saja, pemanasan tersebut tudak dirasakan di negara-negara beriklim tropis Namun pemanasan yang semakin meningkat ini juga dirasakan di semua negara juga negara-negara yang beriklim dingin dan salju. Oleh karena itu hal ini disebut Pemanasan Global.
Pemanasan Global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Penyebab Pemanasan Global
Penelitian yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa ternyata makin panasnya planet bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktifitas manusia. Khusus untuk mengawasi sebab dan dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk sebuah kelompok peneliti yang disebut dengan International Panel on Climate Change (IPCC). Setiap beberapa tahun sekali, ribuan ahli dan peneliti-peneliti terbaik dunia yang tergabung dalam IPCC mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan penemuan-penemuan terbaru yang berhubungan dengan pemanasan global, dan membuat kesimpulan dari laporan dan penemuan- penemuan baru yang berhasil dikumpulkan, kemudian membuat persetujuan untuk solusi dari masalah tersebut . Salah satu hal pertama yang mereka temukan adalah bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh peternakan, pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, peternakan, serta pembangkit tenaga listrik.
Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, "Sektor peternakan adalah satu dari dua atau tiga penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang paling serius dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global." Hampir seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia!
Industri ternak ternyata telah menjadi penyebab utama dari pengrusakan lingkungan dan emisi gas rumah kaca. Memelihara ternak untuk konsumsi telah menjadi salah satu penghasil gas karbon dioksida terbesar serta menjadi satu-satunya sumber emisi gas metana dan nitro oksida terbesar. Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen racun karbon dioksida, 65 persen nitro oksida, dan 37 persen gas metana yang dihasilkan karena ulah manusia. Gas metana menghasilkan gas rumah kaca 20 kali lebih besar dan nitro oksida 296 kali lebih banyak jauh di atas karbon dioksida. Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.
Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Saat ini peternakan menggunakan 30 persen dari permukaan tanah di Bumi, dan bahkan lebih banyak lahan serta air yang digunakan untuk menanam makanan ternak. Menurut laporan Bapak Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan Pertanian, Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan - Isu dan Pilihan Lingkungan (Livestock’s Long Shadow–Environmental Issues and Options), peternakan adalah "penggerak utama dari penebangan hutan kira-kira 70 persen dari bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Selain itu, ladang pakan ternak telah menurunkan mutu tanah. Kira-kira 20 persen dari padang rumput turun mutunya karena pemeliharaan ternak yang berlebihan, pemadatan, dan erosi. Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85 persen dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.
Konsumsi air untuk menghasilkan satu kilo makanan dalam pertanian pakan ternak di Amerika Serikat
1 kg daging | Air (liter) |
Daging sapi | 1.000.000 |
Babi | 3.260 |
Ayam | 12.665 |
Kedelai | 2.000 |
Beras | 1.912 |
Kentang | 500 |
Gandum | 200 |
Slada | 180 |
Selain kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem, tidak sulit untuk menghitung bahwa industri ternak sama sekali tidak hemat energi. Industri ternak memerlukan energi yang berlimpah untuk mengubah ternak menjadi daging di atas meja makan orang. Untuk memproduksi satu kilogram daging, telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 36,4 kilo. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, kita hanya memerlukan dua kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, tiga kalori untuk jagung dan gandum; akan tetapi memerlukan 54 kalori energi minyak tanah untuk protein daging sapi!
Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27 kali lebih banyak hanya untuk membuat sebuah hamburger daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger dari kacang kedelai!
Dengan menggabungkan biaya energi, konsumsi air, penggunaan lahan, polusi lingkungan, kerusakan ekosistem, tidaklah mengherankan jika satu orang berdiet daging dapat memberi makan 15 orang berdiet tumbuh-tumbuhan atau lebih.
Gas Rumah Kaca
Atmosfer bumi terdiri dari bermacam-macam gas dengan fungsi yang berbeda-beda. Kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat dikenal dengan istilah “gas rumah kaca”. Disebut gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di atmosfer bumi mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat, dengan begitu tanaman di dalamnya pun akan dapat tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang cukup. Planet kita pada dasarnya membutuhkan gas-gas tesebut untuk menjaga kehidupan di dalamnya. Tanpa keberadaan gas rumah kaca, bumi akan menjadi terlalu dingin untuk ditinggali karena tidak adanya lapisan yang mengisolasi panas matahari. Sebagai perbandingan, planet mars yang memiliki lapisan atmosfer tipis dan tidak memiliki efek rumah kaca memiliki temperatur rata-rata -32o Celcius.
Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah Karbon Dioksida (CO2), metana (CH4) yang dihasilkan agrikultur dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer. Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan global yang berbedabeda. Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari CO2. Sebagai contoh sebuah molekul metana menghasilkan efek pemanasan 23 kali dari molekul CO2. Molekul NO bahkan menghasilkan efek pemanasan sampai 300 kali dari molekul CO2. Gas-gas lain seperti chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek pemanasan hingga ribuan kali dari CO2. Tetapi untungnya pemakaian CFC telah dilarang di banyak negara karena CFC telah lama dituding sebagai penyebab rusaknya lapisan ozon.
Dampak Pemanasan Global
Mencairnya es di kutub utara & selatan
Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya! Mencairnya es saat ini berjalan jauh lebih cepat dari model-model prediksi yang pernah diciptakan oleh para ilmuwan. Beberapa prediksi awal yang pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan yang tercatat hingga tahun 2007 membuat mereka berpikir ulang mengenai model prediksi yang telah dibuat sebelumnya.
Para ilmuwan mengakui bahwa ada faktor-faktor kunci yang tidak mereka ikutkan dalam model prediksi yang ada. Dengan menggunakan data es terbaru, serta model prediksi yang lebih akurat, Dr. H. J. Zwally, seorang ahli iklim NASA membuat prediksi baru yang sangat mencengangkan hampir semua es di kutub utara akan lenyap anatara tahun 2008-2012.
Meningkatnya level permukaan laut
Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut (grafik di samping menunjukkan hasil pengukuran level permukaan air laut selama beberapa tahun terakhir). Para ahli memperkirakan apabila seluruh Greenland mencair. Level permukaan laut akan naik sampai dengan 7 meter! Cukup untuk menenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di seluruh dunia.
Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim
NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat. Tanpa diperkuat oleh pernyataan NASA di atas pun Anda sudah dapat melihat efeknya pada lingkungan di sekitar kita. Anda tentu menyadari betapa panasnya suhu di sekitar Anda belakangan ini. Anda juga dapat melihat betapa tidak dapat diprediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan. Anda juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang belum pernah melanda wilayah-wilayah terntentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan ini kita makin sering dilanda badai-badai yang mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara.
Bila fenomena dalam negeri masih belum cukup bagi Anda, Anda dapat juga mencermati berita-berita internasional mengenai bencana alam. Badai topan di Jepang dan Amerika Serikat terus memecahkan rekor kecepatan angin, skala, dan kekuatan badai dari tahun ke tahun, curah hujan dan badai salju di China juga terus memecahkan rekor baru dari tahun ke tahun. Anda dapat mencermati informasi-informasi ini melalui media massa maupun internet. Tidak ada satu benua pun di dunia ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrim ini.
Gelombang Panas menjadi Semakin Ganas
Pemanasan Global mengakibatkan gelombang panas menjadi semakin sering terjadi dan semakin kuat. Tahun 2007 adalah tahun pemecahan rekor baru untuk suhu yang dicapai oleh gelombang panas yang biasa melanda Amerika Serikat. Daerah St. George, Utah memegang rekor tertinggi dengan suhu tertinggi mencapai 48o Celcius! (Sebagai perbandingan, Anda dapat membayangkan suhu kota Surabaya yang terkenal panas ‘hanya’ berkisar di antara 30o-37o Celcius). Suhu di St. George disusul oleh Las Vegas dan Nevada yang mencapai 47o Celcius, serta beberapa kota lain di Amerika Serikat yang rata-rata suhunya di atas 40o Celcius. Daerah Death Valley di California malah sempat mencatat suhu 53o Celcius! Serangan gelombang panas kali ini bahkan memaksa pemerintah di beberapa negara bagian untuk mendeklarasikan status darurat siaga I. Serangan tahun itu memakan beberapa korban meninggal (karena kepanasan), mematikan ratusan ikan air tawar, merusak hasil pertanian, memicu kebakaran hutan yang hebat, serta membunuh hewan-hewan ternak.
Pada tahun 2003, daerah Eropa Selatan juga pernah mendapat serangan gelombang panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari 35.000 orang meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis (14.802 jiwa). Perancis merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak karena tidak siapnya penduduk dan pemerintah setempat atas fenomena gelombang panas sebesar itu. Korban jiwa lainnya tersebar mulai dari Inggris, Italia, Portugal, Spanyol, dan negara- negara Eropa lainnya. Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan panen merata di daerah Eropa.
Mungkin kita tidak mengalami gelombang-gelombang panas maha dahsyat seperti yang dialami oleh Eropa dan Amerika Serikat, tetapi melalui pengamatan dan dari apa yang Anda rasakan sehari-harinya. Anda dapat juga merasakan betapa panasnya suhu di sekitar Anda. Cobalah perhatikan seberapa sering Anda mendengar ataupun mungkin mengucapkan sendiri kata-kata seperti: “Panas banget ya hari ini!” Apabila Anda kebetulan bekerja di dalam ruangan ber-AC dari pagi hingga siang hari sehingga Anda tidak sempat merasakan panasnya suhu belakangan ini, Anda dapat menanyakannya kepada teman-teman ataupun orang disekitar Anda yang kebetulan bekerja di luar ruang. Orang-orang yang sehari-harinya bekerja dengan menggunakan kendaraan terbuka di siang hari bolong (misalnya sales dengan sepeda motor) mungkin dapat menceritakan dengan lebih jelas betapa panasnya sinar matahari yang menyengat punggung mereka.
Habisnya Gletser- Sumber Air Bersih Dunia
Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut dunia. Dan sayangnya itulah yang terjadi saat ini. Gletser-gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang mengkhawatirkan!
NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960 hingga 2005 saja, jumlah gletser-gletser di berbagai belahan dunia yang hilang tidak kurang dari 8.000 meter kubik! Para ilmuwan NASA kini telah menyadari bahwa cairnya gletser, cairnya es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur bumi secara global, hingga meningkatnya level air laut merupakan bukti-bukti bahwa planet bumi sedang terus memanas. Dan dipastikan bahwa umat manusialah yang bertanggung jawab untuk hal ini.
Solusi Menangani Masalah Pemanasan Global
Pemanasan global yang terjadi harus ditanggulangi. Bukan hanya pemerinth atuu pemerhati lingkungan saja yang bertanggung jawab namun kita sebagai masyarakat juga harus peduli akan hal ini karena yang merasakan dampaknya adalah kita semua yang timggal di bumi. Tidak perla melakukan hal-hal besar namun kita dapat melakukan hal-hal Cecil yang dapat dimulai dari rumah kita sendiri. Denga peduli terhadap lingkungan itu artinya kita juga meyelamatkan bumi.
Beberapa cara mengurangi
pemanasan global dari rumah kita.
Jika menggunakan deodorant atau produk-produk semprot lainnya, jangan menggunakan aerosol.
Hentikan penggunaan kantong plastik,
Kantong plastik butuh waktu 1000 tahun untuk terurai di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Sekitar 300 juta buah kantong plastik dibuang tiap tahunnya di Indonesia.